Part 24: Belanja-belanja buat oleh-oleh

Inilah hukum pokok dan aturan wajib seorang pelancong, yakni belanja oleh-oleh. Punya duit atau tidak, gw wajib beli oleh-oleh. Berhubung gw nggak punya duit, maka oleh-olehnya ditakar dan diukur berdasarkan uang Indonesia. Misalnya… minimal mainan kunci atau tempelan kulkas, dan maksimal duaratus ribu. Hehehe… mau ngomong apa lo? “orang Padang pelit?” ini bukan pelit, tapi irit.

Fashion big discount after season

Hampir setiap akhir musim di Belanda, toko-toko mengadakan diskon besar-besaran. Misalnya musim panas berakhir, segala macam baju-baju tipis ala musim panas diobral-obralin. Atau musim dingin menjelang, segala baju-baju dingin dimurah-murahin. Hohoho… diskon melulu dong. Diskonnya juga nggak tanggung-tanggung. Di Belanda banyak barang-barang brand Eropa. Kalau mau belanja dan mau dijual lagi di Indonesia, emang bisa untung. Masalahnya, bawaan kita di pesawat hanya 30 kg. Untuk gw sendiri aja nggak cukup, gimana gw muatin buat dagangan? Sedih deh… jadilah gw membeli beberapa baju untuk diri gw sendiri. Belanja baju juga mesti hati-hati. Jangan sampai tertipu. Tidak semua barang-barang Eropa ini bagus-bagus. Bahkan barang cina juga ada. Jangan tergoda dengan harga murah tapi kualitas jelek. Gw sudah membuktikan sendiri. Beli sepatu ballerina yang tahan hanya selama gw di Belanda, setelah itu tapalnya menganga dan harus dibuang ke tong sampah. Padahal gw beli seratus limapuluh ribu  hiks sedih. Tapi bukannya gw sok tahu barang lho, ingat! “Saya anak tukang jahit, adik saya juga punya butik impor. Jadi, soal mengenal barang… bukan saya ahlinya”.

Belanja Kosmetik dan Parfum di Iciparis

Selain terkenal dengan fashion, Eropa juga terkenal dengan parfum-parfum brandednya. Salah satu toko kosmetik terkenal di Leeuwarden adalah toko Iciparis. Kalau belanja di toko ini, barang yang kita beli bisa langsung dibungkus kado. Dan bungkus kadonya bukan bungkusan abal-abal. Bungkusannya keren, plus hiasan pita, pernak-pernik dan berkelas. Dari bungkusannya yang keren, bisa ditebak kalau harga barangnya lebih mahal dari yang lain. Makanya gw belanja di sini. Kenapa? Supaya oleh-oleh gw kelihatan keren walaupun gw beli barang paling murah yang dijual di sana. Langsung saja gw menuju CS counter dan bertanya; “Mbak, ada parfum pria paling murah, dengan diskon paling besar dan ukurannya paling besar, terserah merek apa saja?”. Si mbaknya mikir… kalau di Indonesia, salesnya pasti mikir ‘ni orang kere banget ya, sok belanja di sini pula’ dan untungnya gw nggak di Indonesia dan tidak berurusan dengan orang yang pikirannya negatif kayak gw. Si mbaknya menjawab “Ada, yang satu harganya 13 euro dengan diskon 10% dan ukurannya 30ml mereknya Replay, dan yang satu seharga 18 euro dengan diskon 60% dan ukurannya 125 ml, mereknya Davidoff”. Tanpa pikir panjang, gw langsung memesan yang 13 euro. Lumayan… hemat Rp. 65.000. Sesampai di rumah… gw menyesal membeli Replay, harusnya gw beli Davidoff. Kalau dihitung-hitung, untungnya lebih gede kalau gw beli Davidoff. Akhirnya gw ngomel-ngomel, yang kena getahnya Geart. “Tadi harusnya kamu ingetin, biar aku pakai KALKULATOR!”

Berkunjung ke pasar kaget di Zwolle

Salah seorang kakaknya Geart tinggal di Zwolle, dan beliau ingin dikunjungi sebelum gw pulang. Kebetulan hari tersebut adalah hari pasar kaget, jadi pas banget, gw bisa melihat pasar kaget beneran di Belanda. Sebelum berkunjung ke Zwolle, gw singgah dulu di Heerenveen, arah keretanya sama dan jaraknya juga dekat. Maksud hati singgah di sini untuk mencari barang-barang murah. Tapi sayangnya, Heerenveen lebih sepi dari Leeuwarden dan pusat kotanya juga nggak terlalu ramai. Barang yang gw cari juga nggak ada. Waktu singgah di stasiun Heerenveen, Geart tidak memindai kartunya untuk check out tarif kereta, lalu gw bertanya “kenapa kamu nggak scan kartunya?” Geart menjawab; “biar nggak bayar, kan kamu yang ngajarin.”

Setelah berputar-putar sebentar di pasar Heerenveen tanpa mendapatkan apa-apa, gw kembali ke stasiun dan melanjutkan perjalanan ke Zwolle. Dan tentunya, Geart tidak memindai kartunya untuk check in. Sesampai di Zwolle, Rinske langsung menyambut kita di stasiun dan diajak berjalan kaki beberapa kilometer ke sebuah kafe buat ngobrol-ngobrol. Pacarnya Rins bekerja sebagai Barista di kafe ini, walaupun demikian, gw tetap membayar coklat panas pesanan gw. Dengan bangga, gw mengeluarkan koin 2 euro dan recehan beberapa sen dari saku celana gw dan berkata “enak banget di sini, minum segelas coklat panas di kafe sekelas Starbuck cuma bayar pakai koin, di Indonesia gw buang-buang aja nih koin”. Eh, malah bikin malu… koin yang gw tebar-tebar di meja kasir gw kumpulin lagi, katanya nggak usah bayar. Hehehe…

Setelah ngobrol-ngobrol, gw mengunjungi pasar kaget yang benar-benar bikin gw kaget. Ini bukan Belanda, ini pasar darurat Padang pasca gempa. Lokasinya di jalan raya. Di depan toko-toko permanen, berdiri pondok-pondok dagangan dan sisanya jalanan sempit. Pasar kagetnya padat, penuh massa. Berjalan sepanjang toko-toko di emperan ini macet. Barang-barangnya murahan. Mayoritas barang cina, mulai dari kosmetik seperti lipstik, bisa beli tiga sepuluh ribuan alias 1 euro. Oh ternyata… gw terbelalak tak percaya sambil mengitari pasar tersebut dan melihat barang-barang yang ditawarkan. Tiba-tiba Geart mengoceh “Serasa rumah, ya?”. “Glek… enak aja, menghina… gw suka barang mahal tau! Tapi bayarnya aja yang males.”