Part 16: Berkunjung ke kampung camer di Jorwerd

Ini demi Ajeng yang menteror gw terusss “mana kelanjutan nyaaaa” akhirnya gw bela belain deh nulis di kereta dalam perjalanan menuju Rotterdam. muach to Ajeng.

Menurut gw, part ini lebih seru dari part sebelumnya karena di hari gw jalan-jalan ke kampungnya camer; tempat kelahiran Geart, cuacanya sangat cerah, udaranya nggak dingin, angin nggak kencang, dan inilah summer sebenarnya. So, gw bisa ngeceng dan nggak harus pakai jaket terus karena kedinginan. Kalau orang Padang bilang, seperti dikulum baruak (dikelonin kera).

Jorwert village

Jorwerd dalam bahasa Fries disebut sebagai Jorwert. Biasanya nama daerah ini lebih dikenal orang dengan nama asli di provinsinya. Jorwert merupakan kota kecil yang disebut kampung, dengan penduduk kira-kira 320 orang. Desa nya kecil, kalau diukur keliling kira-kira seukuran setengah Jakarta Pusat. Itu juga sudah termasuk perternakan sapi dan kuda. Geart dan famili menetap di kampung ini selama duapuluh tiga tahun, dan rumah yang mereka tempati sudah berumur seratus tigapuluh tahun, yakni sebuah rumah dinas pendeta di sebelah gereja Jorwert. Walaupun rumahnya berumur ratusan tahun, detik ini rumah tersebut masih bagus banget dan layak huni. Dengan halaman nya yang luas dan desain rumah besar, rumah ini masih terjual EUR 500.000 (sekitar Rp. 7.000.000.000,-) bulan lalu yang penjualannya sudah masuk ke kas gereja Jorwert. Gereja Jorwert sendiri dibangun jauh lebih tua lagi, sekitar abad 11. Hohoho… banyak sejarahnya. Makanya gw suka trip ini, gw banyak mengambil foto dan gw banyak mendapat informasi mengenai sejarah. Sehubungan camer bapak adalah pendeta Jorwert, jadi beliau adalah guide yang tepat untuk menjelaskan setiap inci gereja. Disamping itu beliau juga senang dengan sejarah dan sedang menggali informasi mengenai sejarah gereja, bangunan, provinsi Friesland, Jorwert, batu-batuan, dll yang akan dituangkan ke dalam buku. Oh ya, camer gw ini sebelumnya juga sudah menerbitkan buku yang berhubungan dengan agama Kristen di daerahnya. Gw heran, apa yang nggak dibuat serius sama orang Eropa ini ya? Semua seolah mudah dan sempurna.

Gereja Redbad di Jorwert

Gereja ini ceritanya dibangun di abad 11. Tapi karena gejolak dan perang agama antara Protestan dan Khatolik Roma, gereja ini sempat diperebutkan dan dipakai sebagai gereja Khatolik selama sepuluh tahun, namun kemudian dikembalikan ke Protestan Jorwert. Tapi menurut catatatan nama-nama pendeta yang tertera di dinding gereja, awal mula adanya pendeta adalah di tahun 1581. Sederet nama pendeta tertera di dinding dan urutan terakhir adalah Rienk Klooster, nama camer gw yang masih aktif beberapa kali dalam setahun untuk berkhotbah di Jorwert, tepatnya tiga minggu sekali. Camer gw ini emang semangat banget menceritakan tentang gereja, mulai dari lantai gereja yang berukir batu tebal, yang dibawahnya adalah kuburan ksatria Jorwert, terus altar dari batu tua, dan kuburan warga Jorwert di luar gereja yang sudah berumur ratusan tahun. Eh, jangan heran sendiri, gw juga ikutan heran… kok bisa? Ternyata mereka mengubur dengan sistim efisien. Kalau kuburannya penuh, ya tinggal digali saja kuburan yang lama, terus di penguburan baru akan terlihat tulang-tulang berserakan karya warga Jorwert. Gw pikir ini aneh buat warga, tapi ternyata tidak. Belanda tidak punya kuburan khusus seperti Indonesia yang di sebut sebagai TPU alias Tempat Pemakaman Umum. Warga Belanda hanya mengubur mayat di dalam area gereja, dan kuburannya bisa didaur ulang termasuk tulang-tulang nya. hiiiii…
* demikian penjelasan camer.

Kuburan orang Belanda

Kuburan yang gw lihat di sekeliling gereja ini ukurannya berbeda-beda. Bukan perbedaan kecil antara ukuran orang dewasa dan anak-anak, tapi ukuran yang lebih ekstrim lagi. Membaca umur yang meninggal dari batu nisannya, tidak mungkin kuburan orang tersebut berukuran 50 cm. Ternyata di sini, ukuran yang kecil tersebut adalah hasil kremasi. Orang Belanda bebas memilih apakah mereka ingin dikubur mayatnya atau ingin dikremasi atau dibakar dan dikubur abunya saja. Sehingga ada beberapa kuburan mayat dewasa seukuran 30 s/d 50 cm. Hal unik lainnya yang membuat gw mengambil foto-foto kuburan ini adalah pernak pernik kuburan alias aksesorisnya. Biasanya di Indonesia, setiap kita datang ke kuburan, kita hanya membawa air dan bunga. Di Belanda, yang gw lihat di beberapa kuburan ini adalah bunga, tanaman, tumbuhan, permainan, atau segala sesuatu yang disenangi si mayat. Jika yang meninggal anak-anak, di kuburannya banyak terlihat mainan, boneka batu atau patung kecil, bola kecil, jepit rambut dan aksesoris warna warni lainnya. Untuk kuburan dewasa perempuan, gw melihat bunga beserta potnya, lilin, dll.

 

Farming at Jorwerd

Gereja Jorwert

Jorwerd Church: Redbad
Jorwerd Graves

Hantaran keluarga untuk menghias kuburan. lucu2 ya..

liatin deh tu ada tulang2 nya di permukaan kuburan

Bekas rumah camer di Jorwert :

camer lagi nunjukin tanda tangan seorang penulis puisi di pagar

Tadinya gw mau lewat samping, tapi kata geart itu gak sopan, nginjak properti orang tanpa ijin. Jadi muter ke depan rumah minta nginjak tanahny. bussyeeettt.. segitunya..

Ini contoh desain rumah di kampung, berbeda dengan desain rumah kota. Dinding nya sama-sama terbuat dari bata kuat yang tahan bertahun tahun. Bahkan rumah-rumah di kampung ini sudah berumur ratusan tahun turun temurun.

Ini rumah petani/ peternak yang punya peternakan sapi seluas antah barantah. Di Eropa, para petani rata-rata kaya raya

Part 6: Kesan Pertama Melihat Negara Belanda

Hal-hal berkesan yang gw perhatikan mengenai lingkungan dan negaranya adalah seperti berikut:

Rumah

Hampir semua rumah non permanen. maksudnya dinding doang yang tembok, kalau rumahnya bertingkat, itu terbuat dari kayu. Tapi walaupun dari bahan kayu, tetap aja mahal. Sewa apartemen yang murah tetap harganya jutaan kalau dihitung uang kita. Apartemen lantainya semen, tapi biasanya dilas lagi sama papan. Kalau rumah camer yang gw tempatin sekarang, semua lantai nya dialas karpet. Kalau mau masuk rumah, sendal atau sepatu nya dipakai aja. Sendal atau sepatu yang kita pakai dari luaran, dari ujung kulon sekalipun tetep dipakai terus sampai ke kamar tidur segala. Kalau dipikir, rumahnya pasti jorok dong. ternyata tidak, karena memang di Belanda nggak ada kotoran, sampah, debu, dan bersih dimana-mana. So, bisa nggak bersih-bersih rumah beberapa hari. Paling hanya divacum dua atau tiga hari sekali.

Desain gedung

Buat yang tinggal di Jakarta atau pernah ke daerah Kota, itulah cerminan Belanda sesungguhnya. Lihatlah dekat musium Kota atau jalan di depan perusahaan Samudra Indonesia di daerah Kota, gw lupa nama jalannya. Nah, ukuran gedung, model gedung, rumah, pengairan, selokan gede yang disebut kanal persis sama desain Kota. Bedanya, di Indonesia sampah ada di mana-mana, dan gedung nya tidak terurus. Kalau di Belanda, gedungnya rapi, lingkungan nya bersih, air mengalir sepanjang kanal, digunakan buat transportasi. Sedangkan di Indonesia, air di kanal nya sudah berwarna hitam, penuh sampah dan jorok.

Kalau gw lihat, sepertinya desain dan arsitektur yang sudah ada di Belanda jaman kolonial, telah diterapkan sama persis di Indonesia, sementara di Belanda gedung tersebut masih utuh dan bersih hingga kini berumur ratusan tahun, sedangkan di Indonesia, gedung nya sudah reot dan kumuh. Artinya adalah, orang Belanda sadar perawatan. kalau orang Indonesia sadar korup**….. ?

Tanah

Di Belanda sepertinya sudah tidak ada tanah nih. Maksudnya, semua tanah dan jalan ditutup beton dan aspal. Ada jalur mobil dengan aspal, ada jalur sepeda dengan aspal atau beton warna merah, sisanya tertutup beton dan di pekarangan rumah rata-rata tumbuh rumput. Sepanjang gw naik kereta dari Amsterdam hingga Leeuwarden, gw melihat begitu banyak peternakan. Sejauh mata memandang sampai berhektar-hektar yang kelihatan rumput semua, sapi, domba, dll. yang intinya, tanah tidak kelihatan. habis… paling-paling, kalau ada juga tanahnya sedikit. Makanya nggak ada debu-debu berterbangan kalau angin kencang.

Supermarket

Kalau di supermarket Belanda yang sekelas indomaret, Giant atau Carefour di Indonesia, rata-rata nggak disediakan kantong plastik. Jadi kalau mau belanja, bawa tas atau kantong sendiri dari rumah. Kalau belanja banyak, bawa keranjang sendiri. katanya biar efisien, nggak menambah kerusakan lingkungan dengan mengurangi kantong plastik bungkus. Di kasir pun cepat. Kita nggak perlu antri dengan bawaan yang berat. Di dekat kasir langsung bisa ditaruh barang belanjaan, nanti barangnya jalan sendiri seperti ambil bagasi di airport. Terus, lewat mesin scan, harga terpampang di layar, bayar pakai kartu atm atau credit card dan selesai, langsung minggir. Ada juga supermarket yang menyediakan plastik, tapi harus bungkus sendiri. Kalau beli pecah belah, juga dibungkus kertas sendiri. terus ada lagi, kalau ada bawaan, nggak usah titip-titip, langsung bawa aja kantongnya ke dalam. Nggak ada yang bakal curiga kita mau nyuri. Kalau mau pakai trolly, harus pakai koin; seribuan atau 1 sen untuk buka kunci trolly yang diparkiran trolly. yaa, kalau mau duitnya balik kan mesti taruh trolly nya lagi ke tempat semula. Kalau malas, koin nya ditinggal aja. tapi jarang yang meninggalkan trolly di sembarang tempat. Pasti naruh lagi dan ambil koinnya. lumayan… seribu apa dua ribu gitu. Kalau mau cari berbagai jenis daging, adanya di supermarket, mulai dari daging sapi sampai daging babi. Daging babi biasanya lebih murah dari daging sapi. Hati-hati buat yang nggak bisa bahasa Belanda, hati-hati membaca keterangan jenis daging di kemasan.

Toko Indonesia

Alhamdulillah ada toko Indonesia di sini, kalau nggak bisa minta pulang karena nggak makan-makan selama di Belanda. Di toko Indonesia semua yang umum dijual di Indonesia ada di sana. Misalnya; cabe rawit, saus dan sambal ABC, tempe, tepung Kobe, beras pandan, mie bungkus, dll. Jadi syukurlah masih bisa makan goreng tempe :P, dari pada disuguhin roti rasa ketumbar… dilapis keju sebuk ketumbar lagi. huaa :(( tidakkk…

Transportasi

Transportasi umum adalah bus dan kereta, transportasi pribadi yang paling digemari adalah sepeda, yang kedua mobil, ada sebagian kecil pengguna motor, bahkan sampan atau yang lebih besar lagi kapal. Sepanjang ada kanal, pasti bersih dan bebas dari sampah. Kanal bisa dipakai sebagai sarana transportasi untuk sampan, bahkan kapal dari negara tetangga pun bisa bebas parkir di sepanjang perairan Belanda. Di sini, sepanjang kanal juga ada taman, tempat wisatawan asing bersantai dan dan memarkirkan kapalnya sambil memancing.

Kebanyakan orang Belanda pakai sepeda, jauh dekat dengan sepeda. Saking banyak nya sepeda, akhirnya banyak ragam sepeda mulai dari yang murah sampai yang mahalnya sama dengan harga Yamaha Mio. wah… gimana tuh rasa ‘ngayuh nya. Karena sepeda menjadi transportasi utama juga, maka disediakan jalur khusus untuk pemakai sepeda, termasuk aturan dan rambu-rambunya. Di sini sepeda bebas parkir dan tidak dipungut bayaran walaupun berhari-hari.

Harga tiket bus atau kereta cukup mahal. kalau mau murah harus pakai langganan dan daftar kartu bulanan atau isi saldo, jadi bisa diskon 40%. Tapi karena serba mahal inilah, bus atau keretanya jadi sepi dan orang lebih banyak menggunakan sepeda, biaya opersionalnya lebih murah, modal dengkul doing, tinggal dikayuh.