Part 26: Goodbye Camer

Hari terakhir gw bersama camer adalah hari spesial buat camer. Camer minta dimasakin makanan Indonesia untuk dinner. Waduhhh… sebenarnya gw bingung mau masak apa. Takutnya dimasakin makanan Padang nanti gak suka. Camer gw anti cabe. Kalau dimasakin rendang beneran nanti kapok sama masakan gw, hari terakhir malah jadi petaka. Jadinya, gw janjikan masakan ala chef Via!

Belanja dapur

Pertama-tama belanja dulu ke toko Indonesia di kota (pasar). Maksud hati mau bikin rendang beneran dari bumbu mentah, sama dendeng non balado plus ayam ber bumbu. Mau beli jahe murni seuprit tigapuluh ribu, lengkuas seuprit tigapuluh ribu juga. Busyet deh, pada mahal semua. Semua daun-daun seperti daun salam, daun jeruk sih ada, tapi harganya selangit. Akhirnya kembali ke pengaturan awal; beli bumbu-jadi giling kering alias bubuk, biar harga sama juga masih bisa di pakai setahun. Dan lagi-lagi gw beli tempe dan bumbu-jadi rendang. Sisanya belanja di supermarket.

Masakan ala chef Via

Hari terakhir ini harusnya berkesan sebagai kesan terakhir yang membuat gw terkenang-kenang. Bisakah masakan gw ini membuat camer jatuh cinta, seperti Geart yang pernah bilang perutnya jatuh cinta dengan masakan gw. Hhmmm… yuk kita nantikan.

Masakan yang gw bikin adalah rendang dari bumbu sachet, dendeng non balado yang gw kasih kecap plus dua biji cabe merah rebonding dan gw campur dengan tempe yang dipotong kotak kecil-kecil. Dan satu lagi sayur sop brokoli campur bakso daging buatan sendiri dari daging giling murni, nggak pakai tepung lho. Kaldu hasil rebusan baksonya gw buang dan yang dipakai buat kuah sayur adalah air rebusan brokolinya. Inilah tiga macam masakan dengan ide dadakan nan membuat camer gw mengatakan ini:
“Kamu mencuri hati saya di hari kedua, dan hari ini kamu juga telah mencuri perut saya”

Goodbye from camer

Alhamdulillah saudara-saudara, misi gw berhasil. Gw tidak pernah berharap lebih dari sekedar restu yang mereka berikan. Selama tiga tahun hubungan gw dengan Geart hingga keberangkatan gw di Juli ini, gw belum direstui oleh mereka. Namun selama gw di Belanda, gw merasa telah dimanjakan dengan kasih sayang dan perhatian. Bahkan sebelum gw pulang ke Indonesia, camer telah menyiapkan kado lagi untuk gw.

Goodbye to camer

Esok harinya gw diantar kedua camer ke stasiun Leeuwarden. Gw masih harus naik kereta ke Amsterdam selama tiga jam bersama Geart. Camer hanya mengucapkan salam perpisahan di dalam kereta stasiun. Gw memeluk berulang kali kedua camer gw karena sang ibu menestekan air mata. Camer mengharapkan gw bisa tinggal di Belanda, namun Geart sangat cinta Indonesia.

Goodbye camer… semoga kita berjumpa lagi.

Part 24: Belanja-belanja buat oleh-oleh

Inilah hukum pokok dan aturan wajib seorang pelancong, yakni belanja oleh-oleh. Punya duit atau tidak, gw wajib beli oleh-oleh. Berhubung gw nggak punya duit, maka oleh-olehnya ditakar dan diukur berdasarkan uang Indonesia. Misalnya… minimal mainan kunci atau tempelan kulkas, dan maksimal duaratus ribu. Hehehe… mau ngomong apa lo? “orang Padang pelit?” ini bukan pelit, tapi irit.

Fashion big discount after season

Hampir setiap akhir musim di Belanda, toko-toko mengadakan diskon besar-besaran. Misalnya musim panas berakhir, segala macam baju-baju tipis ala musim panas diobral-obralin. Atau musim dingin menjelang, segala baju-baju dingin dimurah-murahin. Hohoho… diskon melulu dong. Diskonnya juga nggak tanggung-tanggung. Di Belanda banyak barang-barang brand Eropa. Kalau mau belanja dan mau dijual lagi di Indonesia, emang bisa untung. Masalahnya, bawaan kita di pesawat hanya 30 kg. Untuk gw sendiri aja nggak cukup, gimana gw muatin buat dagangan? Sedih deh… jadilah gw membeli beberapa baju untuk diri gw sendiri. Belanja baju juga mesti hati-hati. Jangan sampai tertipu. Tidak semua barang-barang Eropa ini bagus-bagus. Bahkan barang cina juga ada. Jangan tergoda dengan harga murah tapi kualitas jelek. Gw sudah membuktikan sendiri. Beli sepatu ballerina yang tahan hanya selama gw di Belanda, setelah itu tapalnya menganga dan harus dibuang ke tong sampah. Padahal gw beli seratus limapuluh ribu  hiks sedih. Tapi bukannya gw sok tahu barang lho, ingat! “Saya anak tukang jahit, adik saya juga punya butik impor. Jadi, soal mengenal barang… bukan saya ahlinya”.

Belanja Kosmetik dan Parfum di Iciparis

Selain terkenal dengan fashion, Eropa juga terkenal dengan parfum-parfum brandednya. Salah satu toko kosmetik terkenal di Leeuwarden adalah toko Iciparis. Kalau belanja di toko ini, barang yang kita beli bisa langsung dibungkus kado. Dan bungkus kadonya bukan bungkusan abal-abal. Bungkusannya keren, plus hiasan pita, pernak-pernik dan berkelas. Dari bungkusannya yang keren, bisa ditebak kalau harga barangnya lebih mahal dari yang lain. Makanya gw belanja di sini. Kenapa? Supaya oleh-oleh gw kelihatan keren walaupun gw beli barang paling murah yang dijual di sana. Langsung saja gw menuju CS counter dan bertanya; “Mbak, ada parfum pria paling murah, dengan diskon paling besar dan ukurannya paling besar, terserah merek apa saja?”. Si mbaknya mikir… kalau di Indonesia, salesnya pasti mikir ‘ni orang kere banget ya, sok belanja di sini pula’ dan untungnya gw nggak di Indonesia dan tidak berurusan dengan orang yang pikirannya negatif kayak gw. Si mbaknya menjawab “Ada, yang satu harganya 13 euro dengan diskon 10% dan ukurannya 30ml mereknya Replay, dan yang satu seharga 18 euro dengan diskon 60% dan ukurannya 125 ml, mereknya Davidoff”. Tanpa pikir panjang, gw langsung memesan yang 13 euro. Lumayan… hemat Rp. 65.000. Sesampai di rumah… gw menyesal membeli Replay, harusnya gw beli Davidoff. Kalau dihitung-hitung, untungnya lebih gede kalau gw beli Davidoff. Akhirnya gw ngomel-ngomel, yang kena getahnya Geart. “Tadi harusnya kamu ingetin, biar aku pakai KALKULATOR!”

Berkunjung ke pasar kaget di Zwolle

Salah seorang kakaknya Geart tinggal di Zwolle, dan beliau ingin dikunjungi sebelum gw pulang. Kebetulan hari tersebut adalah hari pasar kaget, jadi pas banget, gw bisa melihat pasar kaget beneran di Belanda. Sebelum berkunjung ke Zwolle, gw singgah dulu di Heerenveen, arah keretanya sama dan jaraknya juga dekat. Maksud hati singgah di sini untuk mencari barang-barang murah. Tapi sayangnya, Heerenveen lebih sepi dari Leeuwarden dan pusat kotanya juga nggak terlalu ramai. Barang yang gw cari juga nggak ada. Waktu singgah di stasiun Heerenveen, Geart tidak memindai kartunya untuk check out tarif kereta, lalu gw bertanya “kenapa kamu nggak scan kartunya?” Geart menjawab; “biar nggak bayar, kan kamu yang ngajarin.”

Setelah berputar-putar sebentar di pasar Heerenveen tanpa mendapatkan apa-apa, gw kembali ke stasiun dan melanjutkan perjalanan ke Zwolle. Dan tentunya, Geart tidak memindai kartunya untuk check in. Sesampai di Zwolle, Rinske langsung menyambut kita di stasiun dan diajak berjalan kaki beberapa kilometer ke sebuah kafe buat ngobrol-ngobrol. Pacarnya Rins bekerja sebagai Barista di kafe ini, walaupun demikian, gw tetap membayar coklat panas pesanan gw. Dengan bangga, gw mengeluarkan koin 2 euro dan recehan beberapa sen dari saku celana gw dan berkata “enak banget di sini, minum segelas coklat panas di kafe sekelas Starbuck cuma bayar pakai koin, di Indonesia gw buang-buang aja nih koin”. Eh, malah bikin malu… koin yang gw tebar-tebar di meja kasir gw kumpulin lagi, katanya nggak usah bayar. Hehehe…

Setelah ngobrol-ngobrol, gw mengunjungi pasar kaget yang benar-benar bikin gw kaget. Ini bukan Belanda, ini pasar darurat Padang pasca gempa. Lokasinya di jalan raya. Di depan toko-toko permanen, berdiri pondok-pondok dagangan dan sisanya jalanan sempit. Pasar kagetnya padat, penuh massa. Berjalan sepanjang toko-toko di emperan ini macet. Barang-barangnya murahan. Mayoritas barang cina, mulai dari kosmetik seperti lipstik, bisa beli tiga sepuluh ribuan alias 1 euro. Oh ternyata… gw terbelalak tak percaya sambil mengitari pasar tersebut dan melihat barang-barang yang ditawarkan. Tiba-tiba Geart mengoceh “Serasa rumah, ya?”. “Glek… enak aja, menghina… gw suka barang mahal tau! Tapi bayarnya aja yang males.”

 

Part 15: Memasak di Ultah Camer

 

Camer gw yang laki merayakan ulang tahun yang ke 67 dan beliau mengundang semua anak dan pasangannya untuk makan malam di rumah. Sehubungan gw berada di sana, jadilah gw tawarkan untuk memasak masakan Indonesia. Well, demi tidak membuat pesta ulang tahun menjadi kacau, gw hanya menyiapkan cemilan dan sang camer yang hobi masak ini menyiapkan main course – nya; lasagna dan salad ikan salmon. Ayo tebak apa yang gw bikin? Goreng tempe!

Masakan gw

Kenapa goreng tempe? Karena tempe adalah cermin dari wajah Indonesia yakni murah dan merakyat.

“so what gitu lho?” EGP (Emang Goreng Tempe)

Rasanya tidak afdol kalau mereka hanya mencicipi goreng tempe, secara gw sudah berkoar-koar ke saudara-saudara lain kalau mereka akan mencicipi masakan Indonesia, dan ternyata itu hanya goreng tempe. Akhirnya gw berinisiatif membuat perkedel daging dari daging giling yang sudah menjadi menu standar di sini. Perkedel daging ini simpel banget, gw juga nggak pernah bikin sebelumnya, tapi karena gw hobi masak, ya bisa aja menebak bahannya. Caranya; daging gilingnya diuleni dulu, beri daun bawang iris, bawang merah iris, bawang putih tumbuk, sedikit merica, telur kocok, dan garam, diaduk-aduk, selesai. Bumbu dan dagingnya gw siapkan beberapa jam sebelum tamu berdatangan, dan berniat menggoreng perkedel satu jam sebelum acara di mulai.

Kado untuk camer

Untuk ulang tahun camer bapak yang juga hobi membaca ini, gw dan Geart memilih kado sebuah buku tentang pelukis Jansen yang menjadi inspirasi beliau melukis. satu buah buku lagi untuk menambah koleksi pustaka beliau, dan tentunya satu hobi lagi; melukis. Beliau sudah melukis di puluhan kanvas, sebagian dipajang di dinding dan sebagian hanya ditumpuk di gudang. Memberi kado di hari ultah, kado ucapan terima kasih, ucapan selamat, ungkapan perhatian, dll adalah salah satu kebiasaan orang Belanda. Bahkan katanya nggak sopan kalau kita bertamu ke rumah seseorang yang akan kita tinggali tanpa membawa apa-apa. Makanya kalau ke toko-toko terdapat banyak promo produk berikut box kadonya plus bonus bungkus kado.

Para tamu

Akhirnya para tamu berdatangan satu per satu. Tamunya hanya kakak-kakak Geart yang semuanya perempuan, dan datang dengan pasangannya masing-masing. Sebelumya gw sudah kenal kakak-kakaknya lewat Facebook, jadi pertemuan awal nggak kagok banget. Di samping itu gw juga sudah pernah saling kirim kado. Senangnya lagi, mereka tanpa terkecuali juga menyediakan kado untuk kedatangan gw. Waduhh… terharu, pada baik dan perhatian semua 🙂 habis Geart nya bungsu sih, satu-satunya anak lelaki penerus nama keluarga di masa depan.

Ngobrol-ngobrol

Selama menunggu jam makan malam, mereka bergantian ngobrol sama gw. Mungkin situasi gini buat orang lain agak nervous ya… untungnya gw nggak; yang sini ajak bicara tentang penjajahan Belanda di Indonesia, yang sana ajak bicara tentang pelestarian lingkungan di Indonesia, yang itu ajak bicara tentang pekerjaan gw, yang lain bicara tentang bagaimana gw selama di Belanda. Semua mau bicara… dan saling berbicara… ngingg… udah seperti tawon. Sumpah, gw pikir orang Belanda pendiam, tahu-tahunya kemana-mana yang ada ngobrooollll terusss.

The Sisters

Kakak pertama
Kakak Geart yang pertama lebih tua dari gw, lebih keliatan keibuan karena memang sedang hamil. Rambutnya keren banget, mirip Kaka Slank, eh… nggak ding, yang ini lebih rapi dengan bandana dan modis. Janeke tinggal di Groningen dan bekerja di sana. Gw tidak terlalu banyak bicara dengan Janeke karena katanya doi nggak begitu fasih berbahasa Inggris, sementara gw nggak mudeng bahasa Belanda. Janeke memberi kado gw cikal bakal bunga Belanda yang bisa ditanam dimana saja dalam bentuk kering. Ada yang berbentuk calon bunga dan ada yang bentuknya akar kering.

Kakak kedua
Namanya Lutske, orangnya rada gaul tapi nggak cuek, buktinya gw di kasih kado perawatan tubuh lagi. Tahun lalu juga ngasih kado seperangkat perawatan tubuh yang di bawa Geart ke Indonesia. Benar-benar tidak sesuai dengan penampilannya yang cuek. Luts menetap dan bekerja di Rotterdam, bekerja di sebuah yayasan yang menampung anak-anak yang tidak punya rumah, atau meninggalkan rumah dengan latar belakang yang berbeda-beda. Inilah satu hal lagi yang membuktikan bahwa dengan gaya berpakaian serta pernak pernik anting dan tato nya, doi bukan orang yang tidak peduli. Banyak hal juga yang gw tanyakan mengenai pekerjaannya, secara di Indonesia hal tersebut jarang ada sementara di Belanda, yayasan tersebut dikelola dengan baik dan pegawai nya juga di gaji dengan baik. Lutske bukan seorang sukarelawan, doi mengambil kuliah dengan jurusan sosial yang memang berhubungan dengan bidang ini.

Kakak keempat
“Seorang master yang pendiam dan jarang berbicara” itulah label yang diberikan Geart untuk kakaknya yang termuda. Rinske sudah menamatkan beberapa kuliah S2 nya sekaligus. Doi suka sekali belajar, dan bidang yang digeluti sama dengan Geart yakni biologi. Pantas saja Rinske menanyakan bagaimana perlakuan Indonesia terhadap alamnya, hewan, tumbuhan dan hutan nya. Tidak benar kalau doi pendiam, ternyata Rins suka berbicara dan punya keingintahuan yang besar termasuk mengenai hubungan gw dengan Geart. Gw sangat hati-hati sekali menjawab pertanyaan Rinske, bukan karena takut menyinggung perasaannya, tapi justru karena jawaban gw akan dijadikan sebagai dasar bagaimana doi akan menilai Indonesia nantinya. Hmm… gimana ya? Dari cerita doi mengenai penelitian nya berbulan-bulan di sebuah hutan di Australia terhadap seekor burung, doi benar-benar serius ingin mengetahui jawaban ini. Jadi… jawaban gw adalah; Indonesia blablalablablalalb%&%&*^%$@#@titttttttttttttttttttt….

Sayangnya, kakak ketiga Geart tidak datang di hari ultah bokapnya, karena doi berangkat ke luar negri. Namun sebelumnya gw sudah bertemu dengan Hieke. Hieke datang sebelum hari H untuk memberi ucapan selamat dan memberi kado untuk si ayah. Namun begitu, pesta tetap ramai karena ketiga kakak Geart datang dengan pasangannya bahkan Lutske membawa Luna si anjing piara-an.

Makan malam

Saatnya makan malam yang tidak di jam malam. Sebenarnya jadwal makan malam di sini rata-rata jam 6 sore. Tapi karena tamu datang satu persatu dan tidak diwajibkan on time, akhirnya malam malam pun mundur menjadi jam 8 malam. Satu jam sebelum makan gw sudah menggoreng perkedel daging dan tempe. Sipp, selesai tepat pada waktu nya. Makan malam segera di mulai. Semua sudah tertata di meja makan termasuk menu special Indonesia. Taraaaa…. perkedel daging gw di puji-puji abis. huahahhaha… nggak pernah makan enak sih bule. Tapi lasagna camer gw juga enak banget, beda dengan lasagna yang di Pizza Hut, lapis demi lapisnya seger banget, dan buah olive nya juga banyak banget. Kalau salad salmon nya gw nggak begitu suka, soalnya pada mentah semua. mungkin karena belum terbiasa.