Part 23: The Legend of Cap van Elbaria (Day 4: time to leave)

Hari ini gw lega, karena sudah memberi keputusan pada diri sendiri kalau gw berhenti dari karakter sejak kemaren. Sayangnya itu tidak merubah keadaan, gw tambah bosan dan membawa Herr Raphl serta merta keluar dari Elbaria. Walaupun demikian kita tetap hang out around sampai event ini ditutup sesuai jadwal.

Culture shock

Gw sudah mulai mengepak barang-barang gw lebih dulu dari yang lain sebelum hiruk pikuk bersamaan dengan jadwal penutupan. Dan saatnya buat gw bersantai dan menonton orang-orang setenda yang lagi ‘ngepak. In the mean time, gw bisa menggambarkan beberapa adegan yang mana untuk orang Indonesia hal ini tidak layak atau tidak sopan, tapi untuk budaya barat, itu sudah biasa. Uppsss… tolong jangan memberi komentar untuk hal ini. Anda cukup mendengar saja.

Adegan 1: Gw lagi ngobrol dengan seorang teman berjenis kelamin lelaki dalam tenda yang tempat tidurnya berdekatan dengan gw. Sambil gobrol doi beraktivitas dan mengganti pakaian; melorotkan celana jeansnya hingga hanya tinggal CD alias celana dalam tanpa memutus pembicaraan dan tetap ngobrol dengan orang Indonesia di depan nya dengan jarak satu meter.

Adegan 2: Ada dua orang berjenis kelamin berbeda sedang berbicara. Si wanita sambil berdiri dan berbicara kemudian melorotkan celana jeans nya tanpa pindah dari kerumunan. Si wanita juga berhasil melakukan pekerjaan sampingan mengganti branya di balik baju sambil tetap berbicara.

Penutupan event dan sukarelawan

Semua orang sudah packing dan bersih-bersih. Bersih-bersih bukan sekedar untuk diri nya, tapi untuk camp pramuka yang dipakai oleh event. Setiap orang tanpa kecuali mengambil inisiatif sendiri untuk melakukan pekerjaan selama event. Termasuk chef yang memasak adalah sukarelawan dari peserta. Saat gw lagi enak-enakan nyantai sebagai tamu dari Indonesia yang sedang berlibur, teman-teman lain sedang membersihkan toilet, menyapu lantai ruangan yang dipakai sebagai bar, mengelap kursi dan meja kelas yang terpakai, mengepelnya serta membawa kembali sampah yang mereka hasilkan selama event. Selama event pun, peserta juga inisiatif membersihkan meja sehabis makan, mengangkat piring kotor oleh siapa saja yang mau bekerja, termasuk yang pria. Di sini tidak ada perbedaan gender untuk pekerjaan dapur dan bersih-bersih. Di sini juga tidak ada sang pemalas, sang pembuang sampah sembarangan, dan sang penggosip selama di tenda. Gw happy bersama orang-orang ini.

Teman Baru

Di sini, Cap tidak terkenal. Mereka lebih mengenal gw sebagai Via daripada sebagai pacar Geart. Gw mengembangkan diri gw sendiri dan berkenalan dengan orang-orang baru. Tentunya itu di mulai dari kekhawatiran mereka apakah gw enjoy dengan game ini, dan berusaha menemukan apa yang bisa mereka lakukan agar gw tidak bosan dengan situasi ini. They are very nice person. Mereka seperti saudara yang tidak mau meninggalkan saudaranya sendirian dalam kebingungan.
Apakah karena saya bule Indonesia? tentu tidak. Inilah karakter orang modern. Apakah Anda modern?

Mari kita pulang dan merenung di rumah. Ambil yang baik menurut Anda dan lupakan cerita jeleknya.

 

Part 21: The Legend of Cap van Elbaria (Day 2: get crazy)

Helloww… I am almost crazy here, crazy becouse of bad weather and crazy of wierd situation. Can anybody help?

Cuaca Buruk

Cuaca di Dronten tempat Shooting Elbaria saat ini masih hujan, angin kencang dan benar-benar dingin. Cieee…shooting euy. Seperti lagi main pelem. Yea…, semua orang bermain dengan kostumnya dan ada tim EO yang mengambil foto dan video dibalik layar, tapi tidak untuk publikasi. Kostum petarung yang gw siapkan tidak cukup menahan angin nan dingin menusuk hingga tulang-tulang gw berteriak kedinginan. Geart bilang cuaca seperti ini baru pertama kali dalam hidupnya. Bukannya karena tidak pernah terjadi hujan dan angin dingin, tapi karena ini summer alias musim panas. Harusnya ini hari terbaik gw untuk berlibur. Situasi seperti ini hanya ada ada di winter (musim dingin). Namun musim dingin memang akan segera tiba setelah musim panas ini. Tapi sepertinya mereka ingin menyapa gw lebih dekat, memperkenalkan hawanya yang menakutkan, menampar pipi gw hingga memerah, dan memukul hidung gw hingga tak bernapas. bluhh…

Dronten

Sebelum berangkat ke Dronten, kita sudah memperhatikan prakiraan cuaca dan menyidik lokasi lewat google map. Oh, ternyata Dronten jauh sangat dari Drachten. Gw pikir gw akan ke Drachten yang berjarak 40 menit dari Leeuwarden, namun ternyata gw baru tahu kalau Dronten itu bukan Drachten dalam bahasa Friesian. Dronten adalah wilayah baru yang berasal dari laut lepas dan dijadikan tanah oleh Belanda untuk memperluas kerajaan mereka. dan jaraknya 2.5 jam dengan mobil dari Leeuwarden. Luar biasa ya… Great effort. Perjalanan pun menyebrangi sebuah jembatan panjang penghubung daratan di atas laut. Wow… amazing. Ayo cari Wikipedia. Apa itu? Makanya di hutan ini dingin banget dan angin kencang berhembus dari arah laut.
Hutan yang disebut orang Indonesia berbeda makna dengan hutan yang dimaksud orang Belanda. Kalau dalam bahasa Inggris, hutan ini ‘wood’ bukan ‘forest’. Wood isinya pohon semua, ada yang ditanam rapi, ada juga yang sudah begitu adanya dan tidak ada binatang liar nya, tidak menakutkan dan pas untuk game. Satu lagi… sudah dua hari gw nggak nemu siput mangkal di tanah ini semacam yang ada di kampung gw di Pariaman.

The Cap is in flue

Yayayayaya… rhinitis gw berat. Gara-gara sok yakin dengan keadaan kemaren-kemaren bahwa selama di Belanda keajaiban terjadi. Gw tidak pernah kena flu dan tidak terserang rhinitis. Di sini tidak ada debu, dan tidak pakai AC. Walaupun anginnya dingin, gw tidak terserang flu berat. Flu hanya bertahan beberapa jam karena gampang sekali mengembalikan kesehatan di sini. Makanan di sini terbaik, minuman di sini terbaik dan sehat. Air di sini bersih dan bisa langsung di minum dari kran tempat cuci piring. Air hangat untuk cuci tangan dan mandi selalu tersedia. Keajaiban itu terjadi karena kebersihan.
Ayo mulailah jaga kebersihan. titik.

What am i talking about? Let’s get back to work.

Gw masih di tenda cuyy… barusan tidur habis minum obat. Zzzzz…
Baru bangun setelah tidur empat jam dan langsung makan malam dengan peserta lain. Setelah makan, gw berbasa basi sebentar dan kembali ke tenda. Damn it, I have no clue what to do! Semua orang sudah berniat baik menanyakan keadaan gw; ‘apakah gw bosan?’ Nee… Ik heb prima.
gw intip sana sini, masuk ke bar, ke istana, ke medan perang, dan bla bla bla… ke tenda. Time to sleep and sorry to dissapoint you.

Dronten sekitar camp:

Part 20: The Legend of Cap van Elbaria (Day 1: begin)

Sebenarnya gw sempat bernjanji menghilang selama empat hari dan tidak bisa meng-update status Facebook ataupun curhatan gw ke dalam cerita tentang Belanda. Gw pikir, gw tidak akan bertemu sinyal dan jaringan internet di sini. Tapi, akhirnya gw kembali ke habitat. Ternyata cuaca di Dronten sangat tidak mendukung. Sebaliknya koneksi internet di hutan ini cukup baik. Mari kita belajar menulis lagi di tenda.

Baiklah para pembaca, inilah situasi gw saat ini di Elbaria; celingak, celinguk, hak, hek, oohh, basah, bersin-bersin, kedinginan, sakit kepala, hidung mampet, dan akhirnya menyerah. Sungguh malu rasanya mengubur niat gw yang ingin menguasai Elbaria dalam empat hari dan membuat legenda Caprivhia, yang ternyata hanya menjadi seorang petarung yang nongol pas jam makan doang. :((

The Legend of Cap

Kostum maha karya Geart memang keren. Walaupun doi menjahit seperti anak SMK yang lagi belajar, tapi kostum gw hasilnya luar biasa. Selain pakaian utama berupa sebuah baju ala perang warna hijau berbahan tebal nan berlapis-lapis , Geart juga menyiapkan kantong koin yang diselipkan di ban pinggang, juga dua buah ban tangan dari kulit dengan ikatan tali yang gw pakai di pergelangan tangan kanan dan kiri, serta sebuah gantungan dari bahan kulit keras untuk meletakkan pedang di ban pinggang. Dan ban pinggang gw adalah sebuah ikat pinggang kulit yang tebal dan keras. I am cool! I am the legend! The Legend of Cap.

Kemaren gw sudah mendaftarkan karakter gw sebagai petarung bernama Cap. Cap juga memdaftarkan beberapa poin kekuatan di tangan, kaki, dada, dan poin pertahahan sihir serta kematian. Dan semua poin yang didaftarkan harus dibayar dengan uang beneran. Cap juga diberi uang game senilai perak, perunggu dan emas sebagai kembalian dari semua kekuatan poin yang dibeli termasuk biaya kepemilikan pedang dan persenjataan lain yang dibawa selama permainan. Dengan latar belakang seorang legendaris dari luar Elbaria, Cap berharap menjadi legenda juga di kerajaan Elbaria. Namun ternyata, akting gw di dalam hutan berhujan-hujan hingga tengah malam telah membuat rhinitis gw kambuh dan akhirnya gw bersembunyi di tenda. Makanya gw bisa curhat lagi.

Hari Pertama Cap di Elbaria

Cap bingung dan hanya bisa menonton teater open air di depannya selama beberapa jam sebelum ikut bicara dengan peserta lain. Cap memang sudah dilatih bertarung dengan pedang sebelum roleplay dimulai, namun permainan ini tidak untuk sekedar bertarung. Cap harus bermain karakter dan menjalankan misinya yang misteri, hanya dia dan Tuhan yang tahu. Hmmm… celingak celinguk, akhirnya Cap bertanya pada Herr Raphl ada apa gerangan. Kenapa semua orang di bar kelihatan meraung-raung sakit. Apa clue cerita tersebut. Sehubungan Herr Raphl bertugas menjaga Cap atas titipan sejak kematian ayahnya, maka Herr Raphl harus selalu berada disampingnya. Namun itu hanya dalam permainan, sedangkan di luar permainan, karakter Herr Raphl yang diperankan oleh Geart adalah pacar gw. Maka jadilah percakapannya sebagai berikut:

Cap : eh, honey… itu kenapa ya orang-orang di bar seperti orang sakit?
Herr Raphl : Tidak tau honey, I have no clue. Mereka ‘kan membuat karakter sendiri. Mereka kelihatannya seperti sedang terserang penyakit. Pokoknya jangan dekat-dekat karena kamu tidak tahu apa-apa dan jangan sampai ketularan.
Cap : Ok. (Dalam hati gw bilang; kalau gw dekat-dekat bisa ketularan gila kali… Mereka meraung-raung, guling-gulingan di atas meja bar, terseok-seok di lantai dan mencoba menggapai orang-orang nggak gila di sekitarnya)

Misi Caprivhia

Daripada gw mengira mereka pada gila semua, dan gw satu-satunya orang normal di sini yang tidak punya teman, mendingan gw ikut-ikutan gila bersama mereka. Siapa tahu gw bisa menang dan terkenal. Akhirnya karakter Cap mulai gw bangunkan. Gw mulai berbicara kesana kemari dan bertanya;

“hey, kamu siapa”
“apa yang kamu lakukan di sini?” (dalam hati: ngapain sih lo? dasar gila!)

Setelah mengenal beberapa karakter, Cap mulai berang dan ingin menguasai dunia. “akan gw rampas kekayaan orang di negara ini, akan gw beli mereka sebagai budak dan penjaga, dan akan gw bunuh raja itu dan gw rebut tahtanya! HUAHAHAHAHAHA!”
(ngimpi.com)

Akting sampai tengah malam

Demi mengibarkan misi gw tersebut, gw bela-belain mengikuti Herr Raphl kemanapun dia pergi. Kebalik ya, harusnya gw yang dikawal, tapi karena gw belum punya urusan penting dengan siapapun, terpaksalah gw jadi ajudannya Geart . Menjelang malam, hujan masih turun dan angin semakin dingin. Semua orang masih tetap dengan posisinya dan bermain dibawah hujan seolah tidak merasa kehujanan atau kedinginan. Suatu ketika Herr Raphl dipanggil oleh sang raja ke istana, gw yang tidak mau jauh dari doi terpaksa ikut. Padahal jarak istana cukup jauh ke dalam hutan dari bar yang teduh dan adem, maka dalam keadaan berhujan-hujan ria di tengah malam pun gw tetap berjuang. Sesampainya di istana, ternyata sang raja tidak mau tahu dengan gw, gw tidak diijinkan masuk istana dan terpaksa menunggu di luar istana (baca: tenda) tanpa payung dan diguyur hujan deras yang dingin hampir satu jam. Sebelum gw tepar, akhirnya gw mengundurkan diri dan kembali ke bar. Melewati tengah malam sekitar jam 01.00 dini hari gw istirahat dan kembali ke tenda.

 

The legend of Cap van Elbaria
The Legend of Cap
beberapa peserta LARP di medan perang Elbaria